Kembali
Yenny Wahid Terima Gusi Peace Prize 2025, Kukuhkan Komitmen Membangun Perdamaian Melalui Pemberdayaan Perempuan dan Komunitas
Ditulis : Admin
Rabu, 3 Desember 2025
Manila, Filipina — Di hadapan para pemimpin global, aktivis perdamaian, dan tokoh kemanusiaan dari berbagai negara, Yenny Zannuba Wahid, Direktur Wahid Foundation, dianugerahi Gusi Peace Prize 2025 dalam kategori Humanitarianism pada 26 November 2025. Penghargaan ini diberikan atas kontribusinya selama lebih dari 20 tahun dalam membangun ekosistem perdamaian berbasis komunitas, memperjuangkan hak-hak kelompok rentan, serta menguatkan kepemimpinan perempuan di Indonesia.
Dalam pidato penerimaannya, Yenny menyampaikan penghargaan tersebut sebagai simbol harapan bagi banyak orang yang kerap merasa tidak terlihat dalam kehidupan sosial.
“Saya ingin mempersembahkan penghargaan ini kepada kalian semua yang terkadang merasa kecil dan tidak berarti. Teruslah berbuat baik di masyarakat, karena di sana kita dapat menemukan perdamaian dengan membantu orang lain,” ujar Yenny.
Di hadapan forum internasional itu, Yenny menceritakan perjalanan personalnya. Ia tumbuh dalam keluarga tiga generasi pahlawan nasional; buyut (K.H. Hasyim Asy’ari), kakek (K.H. Wahid Hasyim), dan ayahnya, K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Meski lahir dari garis keteladanan, Yenny mengaku sering diliputi pertanyaan: “Apakah saya bisa melanjutkan jejak mereka? Apakah saya punya makna bagi dunia? Bapak saya selalu mengingatkan: yang paling mulia di antara kita adalah mereka yang mendedikasikan hidupnya untuk memberi manfaat bagi orang lain.”
Yenny kemudian menjelaskan bagaimana pesan tersebut menjadi arah langkahnya, antara lain melalui pendirian Wahid Foundation dan berbagai program yang melindungi hak-hak kelompok minoritas, menjaga rumah ibadah dan tempat suci dari serangan, serta memberdayakan perempuan dan generasi muda di berbagai wilayah Indonesia.
Baginya, penghargaan ini bukan milik sendiri. Ia milik para perempuan yang bertahan di tengah diskriminasi, milik para orang muda yang menolak kebencian, dan milik warga desa yang melindungi tetangganya tanpa bertanya latar belakang.
“Dua puluh tahun perjalanan yang memperluas dampak bagi jutaan orang membawa saya berdiri di sini, menerima penghargaan mulia dari Gusi Peace Prize. Saya sampaikan banyak terimakasih atas penghargaan ini,” tutup Yenny Wahid.
MAITRA: Inisiatif Baru yang Menyambung Jejak Panjang Pemberdayaan Perempuan
Dalam kerja lapangannya selama lebih dari dua dekade, Yenny Wahid berulang kali menemukan pola kebutuhan yang hadir di banyak komunitas perempuan: akses ekonomi yang setara, ruang aman untuk berkembang, dan ekosistem pendukung yang inklusif. Dari refleksi panjang itu lahirlah MAITRA, sebuah platform pemberdayaan yang diperkenalkan melalui soft launch pada 9 November lalu.
MAITRA dirancang sebagai ekosistem dukungan perempuan yang menyatukan pelatihan keterampilan, peluang ekonomi, penguatan literasi perdamaian, jejaring lintas budaya, serta dukungan sosial dan kesejahteraan. Inisiatif ini memperluas dampak Peace Villages yang telah membentuk fondasi kokoh bagi kepemimpinan perempuan di tingkat komunitas, sekaligus sejalan dengan nilai-nilai yang melatarbelakangi penganugerahan Gusi Peace Prize.
Para Penerima Gusi Peace Prize 2025 Lainnya
Penghargaan Gusi Peace Prize 2025 menempatkan Yenny Wahid di antara jajaran tokoh dunia yang mendedikasikan hidupnya bagi martabat manusia dan perdamaian lintas batas. Di antara para penerima lain yang menonjol tahun ini terdapat Dr. Edna Adan Ismail, pelopor kesehatan publik Afrika yang mendirikan rumah sakit dan universitas untuk meningkatkan keselamatan ibu, mendorong pemberdayaan perempuan, dan menekan praktik kekerasan berbasis gender di Somaliland. Hadir pula Presiden Dr. Mohamed Waheed Hassan, Presiden kelima Maladewa, yang dikenal karena upayanya memperkuat stabilitas sosial, membangun dialog demokratis, serta menggerakkan proses perdamaian di tengah lanskap politik yang tidak mudah di negaranya. Selain mereka, sejumlah pemimpin global dari Eropa, Timur Tengah, Asia, Afrika, hingga Amerika yang terdiri dari ilmuwan, pejuang kemanusiaan, pendidik, seniman, pemimpin lintas iman, dan tokoh pelayanan publik secara bersama-sama menegaskan kembali misi Gusi Peace Prize sebagai pencipta ruang pengakuan bagi para pelaku perdamaian kelas dunia, yang kerap disebut sebagai “Nobel-nya Asia”.
Bagikan Artikel: