Kembali
Wafatnya Imam Ghazali Indonesia, Mengenang Prof. Dr. Tholhah Hasan
Ditulis : Admin
Kamis, 30 Mei 2019
Suatu malam saya bertanya ke istri, "Kenapa beli kitab sebanyak ini?" Sambil melihat puluhan kitab dengan hardcover hijau tua yang baru datang dengan beberapa judul : Mukhtashar fii Ulumiddin, Al Ghunyatuth Thalibin, Al Fathur Rabbany karya As Syech Abdul Qadir Al Jylani yang menumpuk di ruang tengah. Istri menjawab, "satu set untuk saya, satu set yang lain untuk (dihadiahkan ke) Kyai Tolhah.". Seingat saya ini bukan yang pertama, beberapa tahun sebelumnya waktu ke Kairo, saya pernah mengantar istri keliling ke toko kitab di dekat kampus Al Azhar, tujuannya sama : mencarikan kitab2 pesanan Kyai Tolhah Hasan tentang Fiqh dari 4 madzhab (Madzahibul Arba'ah). Bahkan musim haji 2018 lalu, kepada istri saya KH. Tolhah juga memesan kitab Quutul Qulub karya Abu Tholib Al Maky. Model interaksi keilmuan semacam ini yang sering dilakukan istri saya dengan Kyai Tolhah Hasan baik sebagai kerabat maupun pengurus di Yayasan Al Maarif Singosari dengan menjadikan Kyai Tolhah Hasan sebagai "jujugan" utama dalam berkonsultasi ketika menemukan persoalan organisasi, pendidikan di lingkungan Almaarif dan pesantren hingga urusan pemilihan kitab tafsir Al Ibriz karya KH. bisri Mustofa yang akan diajarkan istri ke Jamaah Ibu2 di Masjid Besar Hizbullah Singosari.
Kyai Tolhah memang pribadi yang lengkap, seorang organisatoris handal (memulai menjadi aktifis Ansor hingga menjadi pimpinan PBNU), memiliki kemampuan akademik dalam disiplin ilmu umum (Pendiri dan Rektor Unisma), serta ke'aliman dan penguasaan literatur keisIaman yang luas. Gus Dur bahkan pernah menyebut KH. Tolhah Hasan sebagai Imam Ghozalinya Indonesia. Maka tak heran ketika KH. Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI keempat, KH. Tolhah Hasan diangkat sebagai Menteri Agamanya.
Saya sendiri punya banyak pengalaman pribadi dengan Kyai Tolhah dalam banyak hal termasuk mengaji rutin Kitab Rowa'iul Bayan Tafsiir Ayatul Ahkam karangan Muhammad Ali as Ashobuny ke beliau di kediaman Singosari. Di luar urusan mengaji, sejak saya aktif di Ansor PAC Singosari hingga Cabang Kabupaten Malang, punya pengalaman ketika saya ditunjuk menjadi ketua panitia Harlah Ansor ke 69, saya diminta untuk membuat buku _(Tak Lekang Ditelan Zaman) tentang sejarah kepengurusan GP. Ansor Kabupaten Malang sejak berdiri hingga Kepemimpinan Shb. Hanief (saat saya menjadi sekretaris cabang), maka KH. Tolhah menjadi salahsatu sesepuh yang kami sowani karena beliau mantan Ketua PC. Ansor di awal Tahun 1960an. Salahsatu cerita beliau yang sangat menarik adalah : hampir semua ranting di tingkat desa/ dusun di Kabupaten Malang pernah beliau kunjungi.
Ketika Khaul Gus Dur Tahun 2013 , saya diminta keluarga Ciganjur untuk menjadi narahubung KH. Tolhah Hasan untuk memberikan ceramah dan testimoni tentang Almarhum KH. Abdurrahman Wahid. Ketika selesai acara, saya menyaksikan Kyai Tolhah menolak diberi bisyaroh oleh panitia. Beliau begitu hormat kepada Almarhum Gus Dur dan merasa sebagai keluarga besarnya.
Sewaktu Persiapan Harlah AnsorTahun 2012 di Solo yang akan dibuka Presiden SBY, saya pernah diminta Shb. Nusron Wahid untuk mengantar sowan ke KH. Tolhah Hasan di rumah beliau di Cibubur, tetapi waktu itu KH. Tolhah Hasan bersamaan dengan agenda lain sehingga tidak bisa hadir dalam pemberian penghargaan sebagai sesepuh di Harlah Ansor ke- 78 di Solo.
Di tahun2 terakhir ketika KH. Tolhah Hasan memilih untuk menetap di Singosari setidaknya ada dua pengalaman dibidang keorganisasian yang patut diteladani Warga NU : beliau "menolak" dicalonkan menjadi pucuk pimpinan organisasi. Pertama ketika saya menyaksikan KH. Hasyim Muzadi sowan ke Kyai Tolhah Hasan agar bersedia dicalonkan sebagai Rois 'Aam dalam rangka persiapan Muktamar NU Jombang. Kyai Tolhah ngendikan tidak bersedia karena faktor usia. Kedua, ketika saya mengantar Pak LBP dan Mbak Yenny Wahid ke Singosari untuk sebuah diskusi kemungkinan Kyai Tolhah Hasan bersedia menjadi Ketum MUI, beliau juga menjawab tidak bersedia karena faktor usia.
Sebelum saya berangkat ke Tiongkok untuk melanjutkan studi S3, Kyai Tolhah sempat memberikan wejangan ke saya tentang kemajuan China yang perlu dipelajari. Bahkan dalam berbagai kesempatan pulang ke Indonesia, ketika bertemu beliau, KH. Tolhah sering mengenalkan saya ke beberapa orang sebagai pengurus NU Tiongkok.
Beberapa minggu lalu saya mendengar berita dari istri : Kyai Tolhah masuk RS dan memberikan update kabar perkembangan kesehatan beliau dari waktu ke waktu. Hari ini, 29 Mei 2019, saya menerima kabar tentang wafatnya tokoh dan kyai panutan kita semua, KH. M. Tolhah Hasan, "Imam Ghozalinya Indonesia".
Kullu man 'alaiha faan, wayabqa wajhurabbika dzul jalaali wa al ikraam
Sugeng tindak Pak Kyai...
Oleh : Imron Rosyadi Hamid
Rois Syuriyah PCINU Tiongkok
Bagikan Artikel: