Kembali
Social Project VI: Upaya Dhiya Membendung Dampak Negatif Media Melalui Literasi Digital
Ditulis : Admin
Minggu, 16 Juni 2024
Kemudahan akses informasi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, ia membuka gerbang pengetahuan dan peluang bagi pelajar, memungkinkan mereka untuk belajar berbagai topik dengan mudah. Namun, di sisi lain, ia juga menimbulkan bahaya signifikan, terutama karena hoaks dan disinformasi yang menyebar cepat. Pelajar, yang masih dalam proses mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan memilah informasi, sangat rentan terhadap informasi palsu yang dapat membentuk pandangan yang keliru dan mempengaruhi opini mereka. Selain itu, arus informasi yang berlebihan dapat menyebabkan kebingungan dan mengurangi kemampuan untuk fokus, sehingga pelajar kesulitan membedakan mana informasi yang valid dan mana yang tidak.
Dalam menghadapi tantangan ini, literasi digital menjadi kunci utama untuk membantu pelajar dalam menganalisis dan mengevaluasi kredibilitas informasi yang mereka temui. Dhiya Firda Santika, seorang guru di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kediri, sangat memahami betapa pentingnya literasi digital dalam konteks ini. Sebagai pendidik, Dhiya menyadari bahwa membekali pelajar dengan kemampuan untuk memfilter dan menilai informasi dengan cermat adalah langkah krusial dalam menghadapi maraknya hoaks dan disinformasi di dunia maya.
"Saya melihat akhir-akhir ini banyak sekali berbagai dampak yang terjadi pada masyarakat akibat media sosial. Maraknya kampanye digital dan kurangnya kemampuan menyaring informasi ternyata menimbulkan disintegrasi di kalangan masyarakat," ungkap Dhiya dengan keprihatinan.
Tergerak oleh situasi ini, Dhiya menginisiasi proyek sosial "Membangun Literasi Digital untuk Menyiapkan Indonesia Emas 2045" yang berlangsung pada 10 dan 17 Maret 2024 fokus dalam memberikan edukasi untuk anak muda mengenai literasi digital dan pentingnya menjaga perdamaian di dunia maya.
"Kegiatan ini melibatkan pemuda berusia 15 hingga 20 tahun. Kami ingin generasi muda memahami bahwa dunia digital memiliki dampak positif dan negatif. Literasi digital yang baik bisa membantu mereka menjadi agen perdamaian," jelas Dhiya dengan penuh semangat.
Pada sesi pertama, Dhiya dan timnya memberikan edukasi tentang dasar-dasar literasi digital. Para peserta belajar bagaimana mengidentifikasi informasi yang valid, memahami etika berinternet, serta mengenali bahaya hoax dan ujaran kebencian.
"Pemahaman dasar ini penting agar mereka tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang salah," kata Dhiya.
Di sesi kedua, para peserta diajak untuk berkreasi. Mereka membuat kampanye tentang isu perdamaian di dunia digital dalam berbagai bentuk, seperti video, poster, dan infografis. Hasil karya ini kemudian dipamerkan dan dibagikan di media sosial untuk menyebarkan pesan perdamaian dan toleransi.
"Dengan kampanye kreatif ini, kami berharap pesan perdamaian dapat lebih mudah diterima dan disebarluaskan oleh generasi muda," ujar Dhiya.
Usaha Dhiya tidak berhenti di situ. Ia terus aktif memberikan edukasi tentang literasi digital di berbagai platform, seperti seminar, workshop, dan media sosial. Ia yakin bahwa dengan membekali generasi muda dengan pengetahuan dan keterampilan yang tepat, kita dapat membangun Indonesia Emas 2045 yang damai dan harmonis.
"Indonesia Emas 2045, ini bukan hanya angan-angan, tetapi cita-cita untuk saling bahu-membahu tanpa adanya sekat agama, ras, dan golongan. Untuk mencapai itu, salah satunya dapat dicapai dengan adanya literasi digital yang baik," tutup Dhiya dengan penuh optimisme.
Bagikan Artikel: