Kembali

Pemerintah Perlu Perkuat Ekosistem Sekolah Inklusif dan Kebijakan Adaptif untuk Cegah Ekstremisme Kekerasan

Ditulis : Admin

Senin, 10 November 2025

Insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta pada Jumat (7/11/2025) yang melukai puluhan siswa, guru, dan tenaga pendidik kembali menegaskan bahwa ancaman ekstremisme kekerasan kini hadir dalam bentuk yang semakin kompleks dan tidak terduga. Peristiwa yang terjadi di area masjid sekolah tersebut melibatkan seorang siswa yang diduga membawa beberapa alat peledak rakitan, empat di antaranya meledak di dua lokasi berbeda di lingkungan sekolah. Kepolisian tengah mendalami motif pelaku, termasuk kemungkinan faktor psikologis, sosial, perundungan (bullying), maupun paparan konten ekstremisme daring.

 

Selama tiga tahun terakhir, Indonesia berhasil mempertahankan status zero-attack terrorism, namun insiden ini menjadi alarm keras bahwa upaya pencegahan ekstremisme tidak dapat berhenti pada pendekatan keamanan semata. Di tengah derasnya arus digitalisasi dan disrupsi media sosial, pola radikalisasi berkembang semakin halus, personal, dan sulit diprediksi—terutama di kalangan remaja. Riset Wahid Foundation mengenai narasi ekstremisme di platform TikTok periode 2020–2024 menunjukkan bahwa pengguna berusia 18–24 tahun merupakan kelompok paling rentan terpapar konten radikal yang terselubung, termasuk glorifikasi tokoh ekstremisme yang kini dimanipulasi melalui teknologi kecerdasan buatan (AI).

 

Menurut Siti Kholisoh, Direktur Eksekutif Wahid Foundation, kejadian di SMAN 72 menunjukkan bahwa ancaman ekstremisme kekerasan terus beradaptasi mengikuti perubahan sosial dan teknologi. Karena itu, kebijakan pencegahan pun harus bersifat adaptif, lintas sektor, dan berbasis komunitas sekolah. “Peristiwa ini menandakan bahwa pendekatan lama dalam pencegahan ekstremisme tidak lagi cukup. Kita perlu memperkuat ekosistem sekolah yang inklusif dan kebijakan yang mampu menyesuaikan diri dengan dinamika baru ekstremisme kekerasan,” ujarnya. Ia menambahkan, “Orangtua, guru, dan siswa harus mendapat dukungan yang memadai agar tidak menjadi kelompok paling rentan.”

 

Wahid Foundation menilai insiden ini mempertegas urgensi penguatan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Kekerasan (RAN PE) yang saat ini tengah diperbarui oleh pemerintah. RAN PE memiliki fungsi strategis sebagai jembatan koordinasi nasional antara kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia pendidikan, dan organisasi masyarakat sipil, agar seluruh upaya pencegahan ekstremisme berjalan terpadu dan berkelanjutan. Tanpa mekanisme koordinasi ini, inisiatif pencegahan seringkali berjalan terpisah, bersifat reaktif, dan gagal menjangkau kelompok rentan seperti pelajar dan remaja. Oleh karena itu, percepatan adopsi RAN PE Fase II (2025–2029) dan pembentukan Rencana Aksi Daerah (RAD PE) DKI Jakarta menjadi langkah mendesak agar kebijakan nasional memiliki pijakan operasional yang konkret di tingkat daerah.

 

Wahid Foundation memiliki pengalaman panjang mengembangkan model Sekolah Damai, yang menanamkan nilai toleransi, empati sosial, literasi digital, dan kemampuan deteksi dini terhadap kekerasan di kalangan guru dan siswa. Model ini telah terbukti efektif menumbuhkan ketahanan komunitas sekolah terhadap radikalisasi dan bahkan diadopsi dalam RAD PE Jawa Tengah sebagai praktik baik pencegahan ekstremisme di lingkungan pendidikan. “Model Sekolah Damai membuktikan bahwa pendidikan yang menumbuhkan rasa inklusif, empati, dan kemampuan reflektif menjadi benteng paling kuat melawan kekerasan dan kebencian,” tegas Siti Kholisoh.

 

Lebih lanjut, Wahid Foundation menyerukan agar pemerintah memperkuat kebijakan yang adaptif dan kolaboratif, baik di tingkat nasional maupun daerah. Kebijakan adaptif berarti kebijakan yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan pola ekstremisme kekerasan yang berubah cepat, mengintegrasikan hasil riset dan praktik lapangan, serta mendorong sinergi antara lembaga negara dan masyarakat sipil. “Kita memerlukan kebijakan yang tidak statis, tetapi hidup dan responsif terhadap perubahan sosial. Hanya dengan kebijakan adaptif, insiden seperti di SMAN 72 dapat dicegah agar tidak terulang kembali,” tutup Siti Kholisoh.

 

Wahid Foundation berkomitmen untuk terus mendorong terciptanya masyarakat yang damai, inklusif, dan sejahtera melalui program-program pencegahan ekstremisme kekerasan berbasis komunitas, penguatan perempuan, pemberdayaan ekonomi, serta pendidikan perdamaian di berbagai daerah di Indonesia.

Bagikan Artikel: