Kembali

Merajut Kohesi Sosial untuk Membangun Desa yang Tahan Radikalisme di Kabupaten Bogor

Ditulis : Admin

Jumat, 8 Agustus 2025

Bogor - Wahid Foundation bersama Yayasan Inklusif dan La Rimpu meluncurkan Program GCERF (Strengthening Social Cohesion: Building Peace Village to Enhance Community Resilience Against Radicalism and Violent Extremism) dalam acara Kick-Off Program yang bertajuk “Membangun Desa Damai: Memperkuat Kohesi Sosial dan Ketahanan Masyarakat Terhadap Ekstremisme Kekerasan” di Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Kamis (8/8/2025).

 

Program multiyear yang didukung oleh Global Community Engagement and Resilience Fund (GCERF) ini bertujuan untuk mendukung rehabilitasi dan reintegrasi para returnee, mantan narapidana terorisme (napiter), serta keluarga mereka ke dalam masyarakat, sekaligus meningkatkan ketahanan komunitas terhadap radikalisme dan ekstremisme kekerasan.

 

Acara ini menjadi momentum penting untuk mensosialisasikan program ini serta memperkuat koordinasi, sinergi, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan. Program ini berfokus pada tiga desa di Kabupaten Bogor, yaitu Desa Sasak Panjang (Kecamatan Tajur Halang), Desa Sukamantri (Kecamatan Tamansari), dan Desa Kranggan (Kecamatan Gunung Putri). Selain itu, program ini juga menyasar penerima manfaat di tingkat kecamatan dan kabupaten, khususnya lembaga dan individu yang bertugas mendorong rehabilitasi, reintegrasi, serta pencegahan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme.

 

Acara Kick-Off Meeting dihadiri berbagai pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), camat setempat, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus 88, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan organisasi lokal.

 

Managing Director Wahid Foundation, Siti Kholisoh, menjelaskan bahwa program ini hadir untuk mendorong masyarakat memiliki ketahanan yang utuh, meliputi ketahanan sosial, ketahanan individu, ketahanan ekonomi, dan ketahanan ideologi. Menurutnya, ketahanan tersebut hanya dapat tercapai jika masyarakat memiliki akses terhadap peluang pemberdayaan yang setara, ruang partisipasi yang inklusif, serta lingkungan yang kondusif.

 

Ia memaparkan bahwa upaya pertama yang dilakukan adalah memperkuat pemberdayaan ekonomi komunitas. Melalui berbagai pelatihan dan pendampingan, masyarakat difasilitasi untuk meningkatkan literasi keuangan dan keterampilan kewirausahaan, sehingga mampu mengelola potensi lokal menjadi sumber penghidupan yang berkelanjutan.

 

“Kami ingin memastikan bahwa ekonomi menjadi pilar yang menopang ketahanan masyarakat, bukan menjadi titik lemahnya,” tegasnya.

 

Selain itu, Siti menekankan pentingnya partisipasi bermakna perempuan di tingkat desa. Wahid Foundation mendorong lahirnya kepemimpinan perempuan melalui peningkatan kapasitas dan keterlibatan aktif dalam kegiatan desa, termasuk dalam proses pengambilan keputusan. Ia juga menambahkan bahwa pembangunan kondusifitas desa membutuhkan kerja sama lintas kelompok, mulai dari anak muda, tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga aparat desa.

 

“Kami ingin desa menjadi ruang aman dan berkelanjutan, termasuk dengan mendorong kesadaran terhadap ancaman perubahan iklim dan kerusakan lingkungan,” ujarnya.

 

Selanjutnya, Direktur Kewaspadaan Nasional Kementerian Dalam Negeri, Aang Witarsa Rofik, mengungkapkan apresiasi tinggi terhadap penyelenggaraan program Desa Damai. Menurutnya, kolaborasi antara organisasi masyarakat sipil dan pemerintah seperti yang dilakukan Wahid Foundation merupakan langkah strategis untuk memperkuat ketahanan bangsa.

 

Aang menjelaskan bahwa inisiatif Desa Damai memiliki korelasi kuat dengan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).

 

“Program ini selaras dengan arah kebijakan pemerintah yang saat ini memasuki fase kedua pelaksanaan RAN PE. Sinergi ini tentu akan memberikan dampak langsung terhadap upaya pencegahan paham radikal di masyarakat,” tuturnya.

 

Ia menegaskan, keberhasilan menjaga stabilitas di tingkat desa menjadi pondasi penting dalam menciptakan keamanan nasional. Untuk itu, pihaknya berharap kerja sama dengan Wahid Foundation dapat terus diperkuat. Langkah bersama ini diharapkan mampu menekan potensi konflik, memperkuat toleransi, dan membangun masyarakat yang damai, inklusif, serta resilien.

 

Tentang Program

 

Program Strengthening Social Cohesion: Building Peace Village to Enhance Community Resilience Against Radicalism and Violent Extremism (GCERF) yang diinisiasi Wahid Foundation bersama Yayasan Inklusif dan La Rimpu, dirancang untuk membangun ketahanan masyarakat melalui tiga pendekatan strategis yang saling melengkapi.

 

Pendekatan pertama adalah dukungan bagi returnee, mantan narapidana terorisme (napiter), dan keluarga mereka. Program ini memfasilitasi akses terhadap layanan publik, seperti pendidikan dan kesehatan, sekaligus mendorong ketahanan ekonomi melalui pelatihan kewirausahaan. Selain itu, program ini juga mempromosikan keterlibatan masyarakat secara positif demi mewujudkan proses reintegrasi yang inklusif dan berkelanjutan.

 

Pendekatan kedua difokuskan pada penguatan kapasitas pemerintah. Melalui pelatihan dan pendampingan, institusi pemerintah dibekali keterampilan untuk memberikan dukungan yang sesuai bagi returnee dan keluarganya. Salah satu instrumen penting dalam strategi ini adalah penyusunan Rencana Aksi Deradikalisasi Pemerintah Daerah (RADPE), yang menjadi panduan resmi pemerintah dalam pencegahan ekstremisme kekerasan.

 

Pendekatan ketiga adalah peningkatan kesadaran pemuda melalui lembaga pendidikan. Generasi muda dididik tentang nilai-nilai agama yang moderat dan dibekali keterampilan melawan narasi ekstremis, termasuk melalui pelatihan literasi digital. Dengan cara ini, sekolah dan komunitas pemuda menjadi garda terdepan dalam menjaga harmoni sosial di tingkat akar rumput.

 

Program melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), camat, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), hingga Densus 88. Sinergi yang dibangun mencakup kombinasi hard approach, seperti penegakan hukum, dan soft approach, seperti pelatihan ideologi, rehabilitasi mental, serta penguatan nilai-nilai toleransi. Program ini juga mengedepankan kearifan lokal, misalnya tradisi “rimpu” dari Nusa Tenggara Barat yang diadaptasi untuk memperkuat partisipasi masyarakat.

 

Program GCERF ini akan berjalan selama tiga tahun dengan serangkaian kegiatan kunci, seperti pelatihan ekonomi dan kewirausahaan bagi returnee dan keluarganya, pelatihan literasi digital untuk pemuda, dialog rutin di desa-desa sasaran, serta kampanye kesadaran publik tentang pentingnya toleransi dan kebhinekaan. Sebagai payung hukum, Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan regulasi RAD PE untuk memastikan pelaksanaan strategi pencegahan ekstremisme kekerasan secara sistematis dan berjenjang.

Bagikan Artikel: