Kembali
Desa Damai di Sumenep dan Banyuwangi Ikuti Pelatihan Peta Kerentanan Iklim Desa
Ditulis : Admin
Kamis, 30 Januari 2025

Jawa Timur – Wahid Foundation bekerja sama dengan Kedutaan Denmark menggelar program Desa Damai Tangguh Perubahan Iklim atau WE CARE (Women Empowering Communities Against Rising Environmental Threats). Program ini bertujuan meningkatkan kesiapsiagaan dan ketahanan masyarakat dalam merespons dampak perubahan iklim, seperti kekeringan, banjir, dan kerusakan ekosistem yang semakin mengancam kehidupan di wilayah pedesaan.
Program ini diimplementasikan di enam Desa Damai, yakni tiga desa di Kabupaten Sumenep, yaitu Desa Guluk-Guluk, Payudan Dundang, dan Prancak, serta tiga desa di Kabupaten Banyuwangi, yaitu Desa Grajagan, Barurejo, dan Bangsring. Dalam assesment yang dilakukan Wahid Foundation ditemukan bahwa lebih dari 70% penduduk di 6 desa tersebut bergantung pada pertanian tadah hujan untuk menanam padi, tembakau, jagung, dan buah-buahan. Ketergantungan pada sumber mata pencaharian yang sangat sensitif terhadap perubahan iklim ini membuat mereka rentan terhadap dampak cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan, dan serangan hama.
Program ini diawali dengan kegiatan sosialisasi dan kick-off yang dilangsungkan di Universitas Annuqayah, Kabupaten Sumenep pada tanggal 6-8 Januari 2025, serta di Kabupaten Banyuwangi pada 10-12 Januari 2025. Selama pelatihan ini, para peserta akan diberikan pengetahuan dan keterampilan untuk memetakan kerentanan iklim di desa masing-masing, sebagai langkah awal dalam perencanaan adaptasi perubahan iklim yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Community Development Officer Wahid Foundation, Zainal Fanani, yang mewakili Siti Kholisoh selaku Plh. Direktur Eksekutif Wahid Foundation, menyampaikan bahwa inisiatif ini merupakan kelanjutan dari program Desa Damai yang sudah digagas oleh Wahid Foundation sejak tahun 2017.
“Kami terus mendorong partisipasi kelompok perempuan dalam Program Desa Damai. Di Sumenep dan Banyuwangi, kami menekankan strategi pelibatan multipihak, baik pemerintah maupun pemangku kepentingan lokal, untuk menguatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim,” tutur Zainal Fanani.
Sementara itu, Program Officer Desa Damai Tangguh Perubahan Iklim, Fachrul Ramadhan, juga menegaskan bahwa perempuan merupakan agen penting dalam penguatan ketahanan masyarakat menghadapi dampak perubahan iklim.
“Maka dari itu, kita harus mendorong kelompok perempuan untuk lebih resilient agar mampu beradaptasi dengan tantangan ini dan menjadi pelopor perubahan di komunitas mereka,” tuturnya.
Aminah, salah satu peserta dari Desa Payudan Dundang, mengungkapkan manfaat yang dirasakan dari pelatihan ini. “Pelatihan ini memberikan kami alat yang sangat bermanfaat untuk memahami risiko di desa kami. Kami sekarang lebih siap menghadapi tantangan cuaca ekstrem yang kerap terjadi,” ujarnya dengan penuh semangat.
Aminah berharap, pelatihan ini tidak hanya berdampak pada kesiapsiagaan masyarakat desa, tetapi juga pada penguatan kolaborasi antarwarga dalam menghadapi tantangan iklim.
Tentang Program We Care
Program ini mengusung konsep pertanian sirkular yang menekankan praktik berkelanjutan seperti rotasi tanaman, pertanian organik, dan daur ulang sumber daya untuk meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim. Pendekatan ini tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan tetapi juga memperkuat stabilitas ekonomi melalui diversifikasi pendapatan masyarakat.
Selain itu, sosialisasi ini juga dirancang untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tantangan perubahan iklim serta memberikan pelatihan literasi keuangan dan koperasi kepada kelompok perempuan di enam desa target: Guluk-Guluk, Payudan Dundang, Prancak, Grajagan, Barurejo, dan Bangsring.
Dalam rangkaian kegiatan ini, juga dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) bersama para pemangku kepentingan desa. Kegiatan ini memberikan ruang diskusi untuk memikirkan keberlanjutan iklim di desa dengan fokus pada penyusunan peta iklim desa dan pendataan keanekaragaman hayati. Dalam FGD, pemangku kepentingan diajak untuk memahami lebih dalam siklus hujan, pola tanam, siklus bencana, serta potensi keanekaragaman hayati yang dapat dikembangkan sebagai aset desa.
Penyusunan peta iklim desa diharapkan menjadi langkah strategis dalam mengidentifikasi risiko dan potensi lokal untuk menghadapi perubahan iklim. Data ini akan menjadi dasar bagi penyusunan regulasi yang mendukung adaptasi perubahan iklim di tingkat desa. Regulasi tersebut diharapkan mencakup tata kelola lingkungan yang lebih baik, pengelolaan sumber daya air yang bijak, serta pelestarian keanekaragaman hayati.
Hasil FGD ini juga akan digunakan untuk menyusun rencana aksi yang relevan dengan kebutuhan lokal, seperti panduan pola tanam yang sesuai dengan perubahan cuaca, strategi mitigasi bencana, dan pengelolaan ekosistem desa. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menciptakan desa yang tidak hanya tangguh terhadap perubahan iklim tetapi juga berkelanjutan secara ekonomi dan sosial.
Bagikan Artikel: