Kembali
Yenny: Intoleransi Bisa Diatasi dengan Mengurangi Ketimpangan Ekonomi-Sosial
Ditulis : Admin
Jumat, 10 Mei 2019
JAKARTA-Direktur Wahid Foundation (WF) Yenny Zannuba Wahid mengatakan hasil riset dan survei yang dilakukan Wahid Foundation (WF) mencatat, salah satu faktor utama penyebab intoleransi adalah perasaan terpinggirkan dan terampas dari kehidupan sosial, politik atau ekonomi.
Misalnya, penilaian atau perasaan di lingkungan sebagian umat Islam Indonesia bahwa ekonomi orang Islam lebih buruk, muslim diperlakukan tak adil, atau suara non-Muslim lebih berpengaruh dibanding umat Islam.
“Bisa dipahami jika perasaan semacam ini dapat kian membesar lewat informasi berisi berita palsu atau ujaran-ujaran kebencian yang beredar di media sosial. Apalagi masih dijumpai ketimpangan ekonomi dan sosial di tengah masyarakat. Di sinilah perusahaan media sosial dan pers berperan besar dalam mengurangi intoleransi,” kata Yenny Zannuba Wahid dalam diskusi bertajuk “Peran Media Memperkuat Toleransi” di Rumah Pergerakan Gus Dur di Jalan Taman Amir Hamzah, Kamis (9/5/2019).
Yenny menyebutkan, hasil Survei Nasional tren toleransi di kalangan perempuan Muslim Indonesia 2017, lembaga ini mencatat sebanyak 14,8 persen responden mengalami perasaan terdeprivasi, sekitar 24 juta muslim jika diproyeksikan dengan 164 juta pemilih muslim di Tanah Air.
“Jumlah mereka yang netral, artinya antara merasa terdeprivasi atau tidak, lebih banyak lagi. 57,5 persen atau sekitar 94 juta muslim. Masih dalam laporan yang sama, penilaian terhadap ekonomi nasional-termasuk terhadap kondisi keagamaan dan penegakan hukum, juga menjadi salah satu faktor paling berpengaruh meningkatkan risiko tindakan radikalisme, atau aksi-aksi untuk mendukung atau berpartisipasi dalam tindakan kekerasan,” papar Yenny.
Putri kedua Gus Dur itu menuturkan, intoleransi juga menjadi efektif karena praktik politisasi identitas atau bahkan politisasi kebencian terhadap kelompok yang berbeda.
Politisasi yang dimaksud di sini adalah bentuk-bentuk penyalahgunaan identitas agama, keyakinan, orientasi seksual, gender, atau pilihan politik sebagai kapital politik oleh suatu kelompok, institusi, atau kegiatan yang diarahkan untuk mencapai kepentingan dalam mencapai atau mempertahankan kekuasaan.
“Seperti dilaporkan sejumlah lembaga, praktik-praktik penyebaran berita palsu dan yang berisi kebencian banyak bermunculan menjelang Pilpres 2019, bahkan terus berlanjut hingga hari ini,” katanya.
Sumber: iNews.id
Bagikan Artikel: