Kembali

Wahid Foundation Menggelar Kegiatan Workshop Penyusunan Rencana Aksi Desa/Kelurahan Damai dan Responsif Gender

Ditulis : Admin

Kamis, 1 Juni 2023

Wahid Foundation menggelar workshop Penyusunan Rencana Aksi Desa/Kelurahan Damai dan Responsif Gender di Hotel Alila Solo pada Senin (29/5/2023). Workshop yang berlangsung 28-30 Mei 2023 tersebut bertujuan untuk menjadi media integrasi multi pihak mulai dari unsur institusi atau organisasi yang berbasis masyarakat akar rumput sampai struktur pemerintahan untuk sama-sama merumuskan peraturan yang responsif gender di Desa/Kelurahan Damai.

MZ Fanani, Program Officer Wahid Foundation mengatakan bahwa pelibatan semua unsur  multipihak mulai dari NGO dan unsur pemerintahan di semua tingkatan dari desa hingga kabupaten dalam perumusan Rencana Aksi Desa/Kelurahan Damai diharapkan bisa diimplementasikan secara masif di semua tingkatan dan menjadi contoh bagi desa lainnya.

"Workshop ini melibatkan CSO/NGO ataupun pemerintah secara struktural. Karena isu ini, sebagaimana isu lain, tentunya akan bisa diimplementasikan secara masif ketika diusung oleh multipihak tersebut," urai Fanani. 

Fanani mengatakan bahwa peserta yang mengikuti acara tersebut berjumlah 104 orang yang berasal dari 4 kabupaten dan kota yang terdiri dari unsur lurah/kades, bhabinkamtibmas- babinsa, WCC (Women Crisis Centre), Pemkot dan Pemkab, Polres dan kepala UPTF P2TP2A masing-masing  daerah. 

Dalam workshop tersebut, Sri Dewi Indrajati, Kepala Bidang Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan DP3A2KB Jawa Tengah yang hadir sebagai narasumber menyampaikan bahwa sebenarnya di setiap Kabupaten dan Kota, terutama di sekitar Solo Raya telah memiliki perangkat kerja pelayanan korban dan aduan kekerasan seksual. 

"Namun yang perlu dikuatkan adalah kualitas SDM untuk peka terhadap pelayanan korban serta pemahaman masyarakat terkait UU TPKS," ujar Sri. 

Sri sendiri mengatakan pihaknya memang sedang menyerap masukan-masukan dari masyarakat untuk didalami dan usulkan ke pusat agar terbentuk peraturan pemerintah (PP) terkait UU TPKS. 

"Maka kepekaan masyarakat penting untuk kami terima. Tentunya masyarakat yang  faham dengan isu-isu kekerasan seksual," ujarnya. 

Fanani kemudian menjelaskan bahwa proses panjang yang sudah dilakukan Wahid Foundation dan Pemerintah Desa atau Kelurahan dalam program Desa Damai telah memberikan dampak, baik dalam konteks paradigma ataupun sikap dan perbuatan. 

"Misal gaya bercandaan yang mulai berubah, dan tidak lagi melihat tubuh perempuan sebagai obyek seksualitas belaka, ataupun malah sudah ada yg mulai turut speak up (sosialisasi) terkait isu-isu Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)," ungkap Fanani. 

Saat ditanya apakah ada kasus yang pernah ditangani atau aduan korban yang diselesaikan peserta, Fanani menjawab telah ada banyak pembelajaran yang telah dilakukan oleh tim Women Crisis Centre (WCC) di masing-masing desa dengan menyesuaikan dinamika d masing-masing desa tersebut. 

"Misalnya ada WCC di desa Tingkir Salatiga yang kemudian menjadi wadah bagi korban Kekerasan Berbasis Gender," ungkap Fanani. 

Pendampingan kasus tersebut, lanjut Fanani, telah berlanjut pada proses pengadilan dan menghasilkan keputusan hukum. Pada tahapan selanjutnya, Tim WCC ini juga berperan pada proses pemulihan psikis korban.

"Di desa lain, misalnya, ada peran pemantauan dari tim WCC terhadap kondisi korban dalam proses penanganan kasus KBG dan TPKS," tutupnya.

 

Bagikan Artikel: