Kembali
WF Latih Ibu-Ibu Dampingan Raih Peluang Usaha di Era Digital
Ditulis : Admin
Sabtu, 10 Februari 2018
Festival Toleransi Rakyat (Peace Festival 2018) hari kedua di Gandaria City Mall, Sabtu (10/2/2018), diisi dengan Talkshow Pelatihan dan Sosialisasi e-Commerce dan Usaha Ekonomi Rakyat.
Ada tiga pemateri dalam talk show kali ini. Mereka adalah Konsultan Bisnis dan Inovasi Jimmy Febriyadi, Konsultan Pengembangan Pasar untuk Produk Mikro Martin Roas, dan Joko Winarno, Pengelola Bumdes Desa Ponggok, Klaten.
Jimmy menekankan pentingnya inovasi dalam pengembangan sebuah bisnis. Apalagi saat ini pangsa pasar e-commerce sangat luar biasa. “Harapannya dapat meningkatkan pemasaran sehingga tercipta kesejahteraan,” ujar Jimmy.
Ia menyarankan pelaku usaha untuk fokus mengembangkan satu jenis usaha saja. Apalagi jika si pengusaha ingin mengembangkan usahanya. Tampilan produk gambar produk juga harus bagus, menarik, dan unik.
“Kedepankan ciri khas produk tersebut, sehingga orang tertarik. Bukan hanya kegunaan tapi juga jadi gaya hidup,” sarannya.
Adapun Martin Roas menuturkan tentang perjalanan bisnisnya yang bermula dari mempromosikan produk-produk dari Indonesia Timur.
“Tantangan yang kami hadapi dalam menjual sebuah produk adalah biaya logistik yang mahal,” ungkapnya.
Memulai usaha berdua saja, ia sadar betul bahwa untun sukses butuh kerja sama dan kerja keras. “Kami harus berbagi peran. Dan untuk itulah kami melakukan kerja sama dengan komunitas-komunitas,” tutur Martin.
Kini produk yang ia jual sangat beragam, terutama produk-produk makanan dari seluruh nusantara. Dan 10 persen dari total produk tersebut masuk pasar ekspor.
Awalnya, Martin menjual produk lewat online karenan keterbatasan modal. Ia mengatakan produk yang dijual sangat memerhatikan faktor kesehatan dan nilai gizi.
“Dalam pandangan kami, makanan yang sehat itu tidak harus mahal. Kami memiliki toko komunitas di seluruh Indonesia yang berjumlah 24 toko,” jelasnya.
Selain toko online seperti Tokopedia dan Bukalapak, Martin juga mempromosikan produknya melalui media sosial, terutama Instagram. Menurut Martin, jangkauan jualan online sangat luas.
Ia menambahkan, syarat utama pemasaran di media sosial adalah ketersediaan pulsa data internet. “Ada banyak peluang bisnis. Pertanyaannya, apakah kita siap untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan menggunakan media sosial,” ujarnya.
Selain itu, kata Martin, pelaku usaha harus tahu apa nilai tambah media sosial bagi produk-produknya. Dan mengapa orang mau membeli produk tersebut?
Selain masalah sumber daya manusia (SDM), harus ada standar baku dalam pengelolaan manajemen, keuangan, dan lain-lain.
“Memasarkan produk bukan hanya soal menjual. Mengutip Bob Sadino, wirausaha itu juga harus berpikir,” saran Martin.
Sedangkan Joko menyarankan pelaku usaha atau calon pelaku usaha untuk membidik segmen terlebih dulu. “Itu penting. Meningkatkan kuantitas atau kualitas? Selain itu, harus ada jaringan kuat,” katanya.
Terkait pengelolaan Bumdes, kata Joko, harus ditentukan tujuannya terlebih dulu. Bumdes yang dikelola Joko berdiri sejak 2009. Kini keuntungan bersih sudah mencapi Rp 3-4 miliar setahun.
“Karena kami mengembangkan dan menggali potensi yang ada. Kami memberdayakan ibu-ibu. Kini pasar modern dan retail belanja ke toko desa kami,” tutupnya.
Bagikan Artikel: