Kembali

Peserta Kompetisi Concept Note Ingin Fokus Sebarkan Narasi Damai di Ranah Digital

Ditulis : Admin

Rabu, 6 Desember 2017

JAKARTA - Salah satu peserta Kompetisi Concept Note "Toleran - Tolak Ujaran Kebencian" Wahid Foundation yang merupakan pewakilan dari Pondok Pesantren Darul Tauhid Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat, Muhammad Failasuf menyampaikan, bahwa persoalan radikalisme dan intoleran yang merebak di ranah sosial media sudah cukup mengkhawatirkan.

Bahkan ia mengatakan saat ini persoalan penyebaran hoax misalnya, sudah sampai mendistorsi para santri baik di kalangan pesantren maupun alumni pesantren. Dan ini yang menjadi salah satu konsentrasinya bersama dengan beberapa perwakilan dari Pesantren untuk menangkal penyebarannya secara  lebih luas.

"Sampai sekarang beberapa pesantren sudah masuk (paham intoleran dan radikal), tapi secara majemuk sih belum," kata Failasuf ketika ditemui di Hotel Century Park, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (4/12/2017).

Salah satu yang ia lihat sepanjang pengamatannya adalah, saat ini banyak konten hoax yang ikut disebarkan oleh para alumni pesantren di Indonesia. Hal ini dinilainya lantaran para alumni sudah terlipauan dengan ajaran kehidupan di Pesantren dan terkontaminasi dengan paham dari kelompok ekstremis.

"Beberapa alumni yang notabane sejak awal menjadi santri masih paham bahwa toleransi seperti apa, tapi ketika sudah lulus terkadang mereka sudah lupa ekosistem mereka seperti apa yang awal, sehingga mereka terkontaminasi dengan kelompok-kelompok radikal itu. Dan rata-rata, awalnya mereka berasal dari akses media dan kebetulan online juga," terangnya.

Sebagai seorang terpelajar bukan hanya dalam pendidikan formal, para santri juga seharusnya lebih memahami persoalan sosial. Salah satunya adalah dengan tidak menyebarkan fitnah dan berita hoax kepada publik tanpa ada filterisasi yang baik.

"Salah satu sample adalah mereka sudah mulai percaya-percaya dengan berita hoax tanpa mereka tahu apakah ini valid atau tidak dan langsung share tanpa filter terlebih dahulu," kata Failasuf.

Bahkan ia mengatakan salah satu alasan yang sering ditemukannya adalah, konten yang dishare tersebut sudah viral. Padahal, konten tersebut hanyalah konten propaganda negatif dan hoax.

"Alasannya simple, karena rattingnya banyak, jumlah sharenya banyak dan ketika banyak maka itu viral. Dan mereka rata-rata kebanyakan hanya baca judul tanpa harus baca secara detail," ujarnya.

Untuk itulah, ketika ada kesempatan untuk menyampaikan gagasan dan program inovatif dalam rangka penyebaran narasi damai oleh Wahid Foundation, Failasuf mengaku pihaknya sangat tertarik. Ia berharap apa yang menjadi gagasannya bersama dengan perwakilan dari Ponpes Darul Tauhid Arjawinangun dapat disinergikan dengan baik dan sempurna.

"Foksunya adalah mengarahkan Islam yang toleran, dan tadi beberapa sesi menyebutkan kita ini kalah di media, lha ini makanyatadi salah satu konsentrasinya kami adalah bagaimana memberikan suguhan bahwa toleransi itu milik semua agama tidak hanya milik satu agama saja," kata Failasuf.

Konten yang menjadi salah satu gagasannya adalah dengan menghadirkan sebuah produk dalam bidang teknologi informasi untuk menyebarkan narasi damai tersebut.

"Banyak gagasan kami dan ini sudah berjalan. Diantaranya adalah pembuatan website, pengelolaan media sosial, bahkan sampai produksi-produksi video," terangnya.

Lebih lanjut, Failasuf mengatakan jika ide-idenya yang disampaikan kepada Wahid Foundation tersebut sudah berjalan di lingkungan Ponpes Darul Tauhid Arjawinangun saja. Ia berharap agar gagasannya itu bisa menjadikan Ponpes Darul Tauhid menjadi proyek percontohan dalam menyebarkan narasi damai di ranah media online.

"Kita menjadikan gagasan ini sebagai prototipe. Jika prototipe ini berjalan kan artinya kita bisa menjadikan contoh untuk mengembangkan ke wilayah-wilayah lebih luas lagi. Dan jika ada prototipenya kan kita lebih enak," tutupnya.

 

Teks: Ibnu

Foto: Arief

Bagikan Artikel: