Kembali

Konsep Hijrah dalam Islam

Ditulis : Admin

Sabtu, 10 Februari 2018

Salah satu rangkaian acara yang digelar dalam Festival Toleransi Rakyat atau Peace Festival 2018, Sabtu 10 Februari 2018 adalah Coaching Clinic: Peaceful Islam for Busy People dengan tema ‘Definisi Hijrah dalam Islam’.

Pemateri dalam coaching clinic ini adalah Pimpinan Pondok Pesantren Qothrotul Falah (Lebak) KH Nurul Huda Ma’arif dan Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU DKI Jakarta Ustadz Mukti Ali.

KH Nurul Huda menjelaskan, hijrah memiliki dua makna, yakni Hijrah Makaniyah dan Hijrah Maknawiyah. Hijrah Makaniyah adalah perpindahan tempat dari tempat A ke tempat B.

“Misalnya, ketika sahabat pindah dari Makkah ke Habasyah, atau ketika Nabi Muhammad SAW pindah dari Makkah ke Madinah, untuk menyelamatkan fisik dari gangguan orang Qurays di Makkah,” paparnya.

Adapun Hijrah Maknawiyah memiliki empat tipe. Pertama, iktiqodiyah, yakni pindah dari keyakinan yang salah ke yang benar. “Jika sebelumnya percaya pada berhala, hijrah ini mengantar kita untuk percaya hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa,” kata Huda.

Kedua, syu'uriyah, yakni pindah dari satu kesenangan kepada kesenangan yang lain. “Contoh, hijrah dari pegang telepon genggam ke pegang tasbih. Jika sebelumnya suka mendengarkan musik-musik yang jauh dari indah dan edukatif, beralih ke menyenangi yang lebih baik,” ujarnya.

Ketiga, hijrah fikriyah atau hijrah pola pikir. Dari yang sebelumnya sibuk memenuhi pikiran dengan hal-hal yang kurang baik, beralih ke positive thinking. Bahasa sederhananya, dari su’udzon ke husnudzon. Berhenti menggunjing orang adalah bagian dari hijrah jenis ini.

Dan keempat, hiijrah sulukiyah. Perpindahan perilaku buruk ke perilaku yang baik. Jika sebelumnya memiliki kebiasaan yang kurang baik, ia pindah ke kebiasaan yang baik.

Walau demikian, kata Huda, hijrah memiliki sejumlah syarat. Dan syarat utamanya adalah demi mengharap ridho Allah, bukan yang lain.

“Jika hijrah dilakukan untuk tujuan lain, seperti yang dilakukan beberapa pesohor negeri belakangan ini, tentu hal itu tidak bisa disebut sebagai hijrah,” Huda menegaskan.

Sementara Ustadz Mukti Ali menyinggung kesalahan pemahaman sebagian muslim Indonesia dalam memahami makna Hijrah.

Menurutnya, kebanyakan hijrah—dalam artian pindah tempat—yang dilakukan sebagian Muslim saat ini justru tidak mencontoh rasul.

Rasul dulu tidak hijrah dari wilayah non-muslim ke wilayah Muslim, seperti yang dibayangkan sebagian Muslim Indonesia saat ini. Pindah dari Indonesia yang dicaci tidak Islami menuju Suriah yang dikira Islami.

“Rasul hijrah bukan untuk mengumbar kemarahan,” tutupnya.

Bagikan Artikel: