Kembali

Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Jawa Tengah dan Wahid Foundation Dorong Desa Damai untuk Cegah Pernikahan Anak dan Kekerasan Terhadap Perempuan

Ditulis : Admin

Jumat, 19 Maret 2021

Solo - Budaya patriarki dalam masyarakat Indonesia yang masih mengakar di masyarakat saat ini membuat peran perempuan terbatas di ranah publik dan terbelenggu di ranah domestik. Artinya, isu terkait perempuan seperti pelecehan seksual, kekerasan, pelanggaran hak perempuan, dan akses pendidikan masih terus terjadi.

Retno Dewi, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Jawa Tengah, yang menjadi salah satu pembicara pada pelatihan pencegahan ekstremisme kekerasan dan literasi hukum untuk Pokja Desa Damai di Jawa Tengah, menyatakan banyak kendala yang dihadapi. dialami oleh wanita yang harus diselesaikan. Pelatihan bertajuk "Penguatan Kapasitas Kelompok Kerja Pencegahan Intoleransi dan Ekstremisme Kekerasan; Hak Perempuan, dan Mekanisme Perlindungan Berbasis Komunitas" ini diselenggarakan oleh Wahid Foundation pada Sabtu malam (13/3).

Berdasarkan hal tersebut di atas, menurutnya peran pemerintah daerah sangat penting dalam pencegahan dan penanganan permasalahan terhadap perempuan. Terkait masalah ini, pemerintah daerah memiliki beberapa program kesetaraan gender yang fokus pada pemberdayaan perempuan, seperti Pemberdayaan dan Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan serta Peningkatan Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan. Target program tersebut adalah kelompok perempuan rentan dengan pendapatan keluarga rendah, dalam konflik atau bencana, dan / atau mereka yang tidak memiliki akses pendidikan. Hal ini sejalan dengan program Desa Damai yang mengedepankan mekanisme masyarakat responsif gender untuk mewujudkan masyarakat yang damai dan berkeadilan gender. Program pemerintah tersebut dapat meminimalkan terjadinya pelanggaran hak-hak perempuan dan menciptakan budaya sosial yang inklusif dan setara.

Selain kasus kekerasan dan pelanggaran hak perempuan, kekerasan terhadap anak juga kerap terjadi. Retno mengatakan, "Biasanya masalah ini terjadi pada mereka yang menikah dini."

Untuk itu, ia sangat mengapresiasi diberlakukannya ketentuan usia minimal menikah, yakni 19 tahun baik bagi perempuan maupun laki-laki. Meski demikian, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Jawa Tengah telah menginisiasi program bertajuk Jo Kawin Bocah untuk mengurangi dan mencegah pernikahan dini. Program ini mendorong pernikahan dilakukan pada usia minimal 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki, dengan pertimbangan memiliki usia reproduksi dan kematangan mental.

Retno juga mendorong seluruh peserta pelatihan untuk memprioritaskan pelaksanaan program kesetaraan gender dan keadilan gender di Desa Damai masing-masing. Retno menegaskan, peran pemerintah daerah belum cukup untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Baginya, mencegah dan menangkal kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan tugas kolektif.

“Penanganan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga tugas kolektif,” tegasnya di sela-sela penutupan sesi pelatihan hari kedua.

Kontak Person: Ahmad Saeroji (081299211930)

Bagikan Artikel: