Kembali

Buku Sekolah Damai adalah Bukti Keberhasilan Sekolah Damai Wahid Foundation

Ditulis : Admin

Jumat, 18 Juni 2021

Jakarta - Wahid Foundation (WF) mengadakan bedah buku Inovasi Program Sekolah Damai; Penanaman Nilai Karakter Melalui Aktivitas Belajar Menyenangkan karya Mokhamad Samsu Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sugihwaras Bojonegoro yang merupakan mitra sekolah damai Wahid Foundation.

Sejak tahun 2017, WF telah menginisiasi gagasan Sekolah Damai dan menerapkannya di sejumlah sekolah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI  Jakarta. Program Sekolah Damai dirancang sebagai upaya mitigasi ledakan sikap dan perilaku intoleransi dan radikalisme di sekolah.

Direktur Eksekutif WF Mujtaba Hamdi mengatakan bahwa bukti konkrit WF berhasil dalam pembinaan program Sekolah Damai di sekolah-sekolah adalah adanya komitmen sekolah untuk menyelenggarakan Sekolah Damai WF di sekolah masing-masing. Salah satunya adalah SMAN 1 Sugihwaras, di mana kepala sekolahnya membuktikan langsung dengan membuat dan menerbitkan buku tentang Sekolah Damai.

"Satu pelajaran penting yang kita peroleh itu adalah komitmen dari stakeholder/pemangku kepentingan yaitu Kepala Sekolah. Ini menarik karena Pak Samsu tidak hanya komitmen menjalankan apa yang penting tetapi sudah melampaui sistematisasi dalam buku yang sangat baik sehingga memberi inspirasi bagi Kepala Sekolah yang lain,” ujarnya dalam diskusi bedah buku via virtual zoom Senin (14/6).

Selain itu, Hamdi juga mengapresiasi stakeholder dari instansi pemerintah yang telah mendukung program Wahid Foundation tersebut. Ia berharap bahwa semua pihak, baik dari sekolah dan dinas pendidikannya, agar hal seperti ini terus bisa dikembangkan untuk mencapai cita-cita nasional terkait pendidikan dan perdamaian.

"Kalau Bapak atau Ibu ingin mengembangkan lebih jauh Sekolah Damai di berbagai kawasan yang lain di luar Jawa Timur, komitmen ini menjadi formula dasar. Sekolah Damai ini akan dan senantiasa penting bagi kita semua, karena memiliki relevansi yang tinggi bagi kebijakan nasional dalam cita-cita nasional kita. Seperti komitmen Mas Nadiem (Menteri Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) untuk membebaskan dunia pendidikan dari Intoleransi, Perundungan dan Pelecehan seksual,” tuturnya.

Sementara itu, hal senada juga diungkapkan oleh Alamsyah M Djafar, Peneliti Senior WF. Ia mengungkapkan bahwa buku semacam ini bisa menjadi inspirasi bagi kepala sekolah lain untuk menciptakan karya berdasarkan pengalaman, dan ini bisa menjadi contoh literasi yang baik kepada murid.

"Saya berharap dari sini juga akan ada banyak lagi guru guru, kepala sekolah yang menerbitkan, dan ini saya kira contoh penting dari literasi di sekolah gitu, jadi kalau kita mau mendidik anak kita siswa kita belajar dan kemampuan menulis maka langkah yang paling baik memberikan contoh ke mereka bahwa kepala sekolah, gurunya, alumninya menulis, kalau tidak kita hanya bicara mengenai literasi sebagai jargon saja,” ujarnya.

Selain itu, ia juga memberikan apresiasi bahwa buku ini menarik karena berusaha memperlihatkan ada kompleksitas program pendekatan kebijakan di sekolah terkait sekolah damai dan hal itu berhasil dijelaskan baik oleh penulis dalam bukunya.

Sementara apresiasi yang sama juga disampaikan oleh Ramlianto Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ia berharap ada kerja sama yang lebih luas antara Dinas Pendidikan Jawa Timur dengan WF.

"Kami mohon untuk memperluas jaringan Wahid Foundation di Jawa Timur, kami sangat terbuka dan kami tentu sangat senang jika diperluas, insha Allah kami juga sudah melakukan pembicaraan-pembicaraan awal dengan perwakilan Jawa Timur,” ungkapnya.

Adapun alasan di balik kenapa program Sekolah Damai ini kemudian menginspirasi Mokhamad Samsu menulis dan membukukannya adalah karena banyaknya pengalaman yang perlu disampaikan terkait kerja sama  program Sekolah Damai dengan Wahid Foundation sejak 2017.

"Karena program Sekolah Damai ini berjalan sejak tahun 2017, kami memang sudah kerjasama dengan Wahid Foundation terkait dengan Sekolah Damai. Kami perlu kerjasama tersebut karena sekarang ini nampaknya budaya-budaya damai sudah mulai tercerabut dari akar budaya di Indonesia, padahal kita menghendaki bahwasannya kita hidup damai, nyaman, tentram bisa berdampingan dengan tetangga dan sesama manusia,” jelasnya.

Kegiatan yang dilakukan secara virtual zoom meeting dan  diikuti 87 peserta ini dihadiri juga George Sicillia Leiwakabessy dari Yayasan Cahaya Guru sebagai penanggap.

Bagikan Artikel: