Kembali

Perusakan Rumah Doa GKSI di Padang Adalah Alarm Sosial bagi Perlindungan Kebebasan Beragama

Ditulis : Admin

Senin, 28 Juli 2025

Aksi perusakan dan pembubaran paksa kegiatan ibadah di Rumah Doa dan Sekolah Minggu Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Padang, Sumatera Barat, pada Sabtu, 27 Juli 2025 menjadi alarm sosial bagi kita. Aksi tersebut menjadi bentuk nyata dari masih lemahnya perlindungan terhadap kebebasan beragama di Indonesia. Dalam peristiwa itu, perempuan dan anak-anak yang sedang mengikuti kegiatan ibadah menjadi korban. Bahkan, dua anak dilaporkan mengalami kekerasan fisik.

Konstitusi Indonesia menjamin hak setiap warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai keyakinannya. Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa negara wajib menjamin kebebasan beragama. Namun, kejadian seperti ini menunjukkan bahwa jaminan konstitusional tersebut belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh warga negara, terutama oleh kelompok agama minoritas.



Direktur Eksekutif Wahid Foundation, Siti Kholisoh, menyatakan bahwa perusakan tempat ibadah bukan sekadar persoalan perizinan administratif, tetapi menunjukkan adanya masalah yang lebih mendalam dalam hal penghormatan terhadap keberagaman dan kemanusiaan. Ia menegaskan bahwa kekerasan terhadap warga minoritas, terlebih terhadap perempuan dan anak-anak, tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun.



“Kejadian di Padang harus dibaca sebagai gejala serius dari masih lemahnya penghormatan terhadap kemerdekaan beragama. Ini bukan sekadar soal pelanggaran hukum, tetapi juga pertanda bahwa nilai-nilai toleransi dan keberagaman belum benar-benar mengakar di masyarakat kita,” ujar Kholisoh.



Wahid Foundation mengapresiasi langkah cepat Pemerintah Kota Padang, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), serta aparat penegak hukum dalam merespons kasus ini dan memproses pelaku kekerasan. Namun demikian, penanganan hukum saja tidak cukup. Diperlukan upaya kolektif dari negara, masyarakat sipil, pemuka agama, dan seluruh elemen bangsa untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan.



Kholisoh menambahkan bahwa penting bagi negara untuk memberikan perlindungan nyata terhadap kelompok agama yang selama ini rentan menjadi sasaran diskriminasi dan kekerasan. Selain itu, pendidikan tentang toleransi dan literasi konstitusi perlu diperkuat, khususnya di kalangan anak muda dan tokoh komunitas, agar nilai-nilai keberagaman tumbuh dan dipahami sejak dini.



Ia juga menekankan pentingnya memperkuat fungsi FKUB sebagai ruang dialog yang aktif dan mencegah potensi konflik sebelum terjadi. Menurutnya, tokoh agama dan masyarakat sipil juga memiliki peran krusial dalam menyuarakan narasi damai dan mencegah pembiaran terhadap kekerasan berbasis keyakinan.



“Perusakan tempat ibadah, apalagi disertai kekerasan terhadap anak-anak, bukan sekadar insiden. Ini adalah alarm sosial yang harus segera kita respons secara serius dan menyeluruh. Keadilan dan kemanusiaan hanya bisa terwujud jika kita saling menjaga, saling percaya, dan saling bertanggung jawab,” tutup Kholisoh.



Wahid Foundation kembali menegaskan bahwa kebebasan beragama bukan sekadar hak formal di atas kertas, melainkan hak dasar yang harus dirasakan secara nyata oleh setiap warga negara di seluruh pelosok negeri.

Bagikan Artikel: