Kembali

Yenny Wahid: Di Indonesia, Negara Memfasilitasi Rakyatnya untuk Beribadah, Agama Apapun Bisa Merayakan Hari Rayanya dan Semuanya Mendapatkan Libur Nasional

Ditulis : Admin

Senin, 29 Juni 2020

Jakarta- Wahid Foundation menggelar diskusi online Community Talk Rabu, 24/06 lalu. Diskusi yang terlaksana berkat kerjasama dengan AGPAII (Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam se-Indonesia) ini membahas tema “Agama, Pancasila, dan Kebudayaan” dengan Direktur Wahid Foundatuon, Yenny Wahid sebagai pembicara.

Perwakilan DPP AGPAII, Endang ZM dalam sambutannya mengatakan, “pertemuan dengan Yenny Wahid adalah pertemuan yang sangat ditunggu-tunggu, sebab selama ini WF dengan AGPAII sudah lama memiliki hubungan kerjasama yang baik dalam program Sekolah Damai yang sudah terlaksana di 4 provinsi.” Paparnya.

Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid mengawali diskusi dengan menyapa seluruh pengurus dan anggota DPP AGPAII. Menurutnya, di masa new normal ini masyarakat Indonesia yang mempunyai budaya berkumpul sangat kuat tetap bisa mencari cara alternatif lain untuk berkumpul walaupun dalam keterbatasan, salah satunya dengan menggunakan media online seperti diskusi berlangsung.

Menurut Yenny, masyarakat muslim di Indonesia harus bersyukur, sebab di negara lain seperti di Prancis, mereka mengeluhkan banyak hal; adanya pembatasan penggunaan identitas kegamaan seperti penggunaan jilbab untuk muslim dan kalung salib untuk katolik dan lain sebagainya, sebab negara lain, sebagai contoh Prancis, menerapkan pemisahan antara agama dengan negara.

"Di Prancis, anak-anak Yahudi yang sekolah di sana ujiannya hari Sabtu, padahal bagi Yahudi hari sabtu adalah hari suci. gak boleh ada kegiatan apapun. Nah, ini anak-anak harus ujian, berarti bapak ibunya harus melanggar aturan-aturan agamanya. Mereka protes ke sekolah, jelas-jelas ditolak oleh sekolah sampai tidak naik kelas. Mengadu ke pengadilan pun jawabannya jelas, urusan agama tidak ada dispensasi. Kita bisa bayangkan, bagaimana susahnya Mereka mengekspresikan kegiatan beragama." terangya saat memulai diskusi.

Berbeda situasi dengan Prancis, menurut Yenny, di Indonesia negara memfasilitasi semua rakyatnya untuk beribadah, semua agama bisa merayakan hari rayanya dan semuanya mendapatkan hari libur nasional.

"Di Indonesia Mauludan (Maulid Nabi Muhammad Saw) satu jalan ditutup gak masalah. Di Indonesia ada Pancasila, ikatan suci yang mengikat bangsa Indonesia dengan agama apapun, negera memberikan layanan pada masyarakat yang ingin mengekspresikan kebebasan beragama. Sungguh nikmat muslim di Indonesia. Sangat kufur nikmat jika masih saling bertengkar." Tegasnya membandingkan situasi sosial-kegamaan dengan negara lain.

Oleh karena itu, menurutnya peran AGPAII sangatlah penting memberikan pemahaman keagamaan yang baik kepada masyarakat. Sebab, AGPAII lah yang berada di garda terdepan dalam menyebarkan paham Keislaman yang rahmatan lil-'alamin.

"Mereka pengaruhnya sangat besar. AGPAII dan pemuka agama memberi pesan di masyarakat, menuntun masyarakat ke arah yang lebih baik dan ke arah yang lebih terang benderang, berilmu, beradab, cara interaksi yang baik, tatanan yang baik, tidak hidup sendiri, dan mempunyai akhlak yang baik." katanya menjelaskan peran AGPAII.

Menutup diskusi, Yenny Wahid memberikan pesan bawah budaya/culture dalam kehidupan beragama bukanlah sesuatu yang tabu.

"Itu semua ada dalilnya al-'Adaatu Muhakkamah. Adat istiadat saja bisa dijadikan rujukan, menempatkan al-'Urf. Contohnya di Arab makannya kurma, di Indonesia makannya nasi dan soto, kan gak salah. Sekarang, banyak yang mengatakan haram pada sesuatu yang tidak dilakukan Nabi. Contohnya zakat maal. Zaman nabi gak ada, tapi zaman sahabat ada. Ini tandanya semua hal tergantung dengan konteks zamannya." Tegasnya menutup mengakhiri diskusi.

Diskusi yang berlangsung selama 2 jam tersebut dihadiri 42 peserta terdiri dari pengurus dan anggota AGPAII se-Indonesia.

Bagikan Artikel: