Kembali

Wahid Foundation Tegaskan Kembali Tantangan Politisasi Agama dan Ujaran Kebencian

Ditulis : Admin

Rabu, 7 Agustus 2019

Yogyakarta-Di hadapan lebih dari delapan puluh peserta “Dialog Agama-agama dalam Konteks Indonesia: Tantangan dan Masa Depannya”, Program Manajer Wahid Foundation Alamsyah M. Dja’far menegaskan kembali analisis lembaganya terhadap peningkatan kasus-kasus pelanggaran kemerdekaan beragama berkeyakinan (KBB) sepanjang 2017.

“Meningkatnya kasus-kasus pelanggaran seharusnya tidak dibaca jika masyarakat Indonesia sudah alergi dengan perbedaan agama atau keyakinan, melainkan salah satu bentuk keberhasilan praktik ‘politisasi agama’,” katanya, di Yogyakarta, Selasa (6/8).

Politisasi agama, menurut Alam, adalah praktik penyalahgunaan simbol-simbol agama untuk bertarung dalam kontestasi politik di daerah maupun nasional. Sepanjang 2017, WF mencatat 28 peristiwa politisasi agama dengan 36 tindakan terjadi. Paling banyak terjadi di DKI Jakarta sebanyak 24 peristiwa. Sementara di Jawa Barat terjadi tiga peristiwa dan Banten satu peristiwa. Kedua provinsi itu juga menyelenggarakan pilkada pada 2017. “Temuan itu menunjukkan apa yang terjadi di Jakarta, tidak berefek kuat di Jawa Barat dan Banten,” tambah Alam.

Selain menekankan pentingnya melihat tantangan politisasi agama, penulis buku (In) toleransi; Memahami Kebencian dan Kekerasan Agama itu juga mengangkat tantangan meningkatnya kasus-kasus ujaran kebencian (hate speech). “Di masa depan kita masih akan menghadapi ini, meski kasus-kasus kekerasan fisik seperti terlihat dalam temuan WF makin berkurang.”

Kegiatan Dialog Agama-Agama ini digelar Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta sebagai bagian dari rangkaian program Studi Intensif Tentang Islam (SITI). “Peserta seminar ini berasal dari peserta SITI dan kalangan umum. Mereka mendaftar,” kata Wahyu Nugroho panitia Dialog yang juga Dosen Studi Agama-agama dan Islamologi Fakultas Teologi UKDW.

Magister Ilmu Teologi ini menyatakan kampusnya sengaja mengundang WF untuk mendapatkan gambaran mengenai tantangan-tantangan hubungan antar dan intraagama berdasarkan kajian-kajian yang sudah dilakukan lembaga yang didirikan KH Abdurrahman Wahid itu.

Selain Alam, Dialog ini juga dihadiri rohaniawan Katolik dan guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Widya Sasana, Malang, Armada Riyanto; pendiri perusahaan penerbitan Mizan Haidar Bagir; dan guru besar Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tulus Warsito (AMDJ).

Bagikan Artikel: