Kembali

CRITICAL THINKING : MEMBANGUN TRADISI KRITIS DI PESANTREN

Ditulis : Admin

Senin, 1 April 2019

Jakarta, tidak seperti hari – hari biasanya suasana pesantren pagi cenderung lebih sepi beberapa pedagang makanan gerobakan yang biasanya berderet – deret di depan gerbang sekolah MA Al Kenaniyah juga tidak ramai seperti biasa. Hal tersebut disebabkan sebagian besar para santriwati hari ini  (1/04/2019) mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) diselenggarakan serempak di seluruh Indonesia.

Sebagian santriwati kelas X dan XI mengisi waktu – waktu libur dengan mengikuti kegiatan yang diselenggarakan pesantren. Diantaranya kegiatan Workshop Santri tentang “Critical Thinking for Girls bertempat di aula Pondok Pesantren Al Kenaniyah Pulomas Jakarta Utara. Sebanyak 50 Santriwati terlibat dalam kegiatan workshop singkat ini yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Al Kenaniyah dengan mengundang narasumber Siti Kholisoh (Media and Campaign) dan Aprida Sondang (Capacity Building) dari Wahid Foundation.

Kegiatan ini diselenggarakan disela – sela hari libur UNBK tingkat Sekolah Lanjutan Menengah Atas (SLTA). Dalam sambutannya Nafila selaku koordinator kegiatan para santri Al Kenaniyah menambahkan “upaya ini dilakukan untuk memberikan peningkatan kapasitas kepada para santriwati, mereka tidak diijinkan untuk pulang selama libur UNBK sehingga kita perlu memberikan kegiatan-kegiatan yang menarik untuk para santri” ujar Nafila, merupakan santri Penerima Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) tahun 2010 yang saat ini aktif mengabdi di Pesantren Al Kenaniyah.

Di sesi pertama, Siti Kholisoh yang akrab dipanggil Olis menyinggung sedikit mengenai tradisi pesantren tentang pelajaran Balaghah Mantiq yakni ilmu logika yang biasa diajarkan di berbagai pesantren di Indonesia. Sebagian peserta cukup familiar dengan ilmu mantiq ini, hal ini untuk menyambungkan beberapa materi – materi tentangcritical thinking skills yang saat ini banyak dikembangkan dalam social science modern. Selain Olis, Aprida Sondang selaku pemateri inti juga menjabarkan mengenai definisi critical thinking dan manfaat yang didapatkan ketika menerapkan skill tersebu dalam kehidupan di masa mendatang “Critical Thinking berbeda dengan criticizing, dimana dalam critical thinking menempati urutan ke-dua skill yang sangat dibutuhkan pada tahun 2020 berdasarkan survei Wordl Economic Forum” lanjut Aprida, perempuan jebolan psikologi pendidikan University of Mancester UK.

Para santriwati yang sebagian sudah mempelajari ilmu mantiq dalam kurikulum pengajian diniyah di pesantren. Mereka mengaku tetap senang dan tertarik untuk mempelajari critical thinking dimana menjelang pemilihan calon presiden sedikit banyaknya mereka juga kebingungan atas berbagai informasi yang di dapatkan “Kak, bagaiamana menentukan pilihan politik sedangkan kita di pesantren tidak memiliki cara untuk mendapatkan informasi lebih tentang para kandidat, lalu apakah kita boleh ikut saja pilihan orang tua?” tanya Nisa salah satu peserta. Di pesantren para santri hanya diperbolehkan mengakses internet dan media sosial sesekali saat orang tua mereka melakukan kunjungan, selebihnya mereka mendapatkan informasi teman-teman sekolah yang kebetulan tidak tinggal di pesantren. (SK/Red)

Bagikan Artikel: