Kembali

Yenny Wahid : Pemerintah Harus Berikan Hak Sama Terkait Rumah Ibadah

Ditulis : Admin

Minggu, 23 Februari 2020

Pernyataan Sikap Wahid Foundation

Kasus Gereja St. Joseph Tanjungbalai, Karimun
 

Kasus penolakan terhadap pembangunan gereja kembali terjadi. Kali ini menimpa Gereja St. Joseph Tanjungbalai, Karimun, Kepulauan Riau. Gereja Katolik pertama di Karimun yang sudah berdiri sejak 1928 ini diprotes oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) ketika hendak melakukan renovasi karena kebutuhan nyata warga Katolik di sekitarnya. Terakhir, pada 16 Februari 2020 digelar rapat yang dihadiri oleh utusan Kementerian Agama pusat dan jajaran pejabat Pemerintah Daerah Karimun yang menghasilkan beberapa kesepakatan, termasuk usulan relokasi yang disampaikan melalui Bupati Karimun.

 

Presiden Jokowi telah merespons kasus tersebut di Istana Negara 12 Februari 2020. ia menegaskan bahwa konstitusi menjamin kebebasan warga memeluk agama, Presiden melihat Pemerintah Daerah bekerja lamban. Karena itu Presiden memerintahkan kepada Kapolri dan Menkopolhukam untuk bertindak tegas terhadap kelompok intoleran.

 

Mengamini respons Presiden Jokowi, Yenny Wahid melihat bahwa ada cara pandang yang bermasalah di sebagian pejabat daerah kita. “Pejabat harus melayani dengan prinsip keadilan, bukan berdasarkan jumlah penganut. Mayoritas dan minoritas memiliki hak yang sama sebagai bagian dari penghuni rumah Ibadah di Indonesia,” demikian Yenny Wahid.

 

Terkait kasus ini, panitia pembangunan gereja, Romesko Purba, yang berusaha menjelaskan duduk perkara dan pandangan-pandangannya melalui media sosial, justru dilaporkan dengan sangkaan penistaan agama dan ujaran kebencian.

 

Mencermati kasus ini, Wahid Foundation ingin mengingatkan kembali bahwa konstitusi kita menjamin kemerdekaan beragama dan beribadah, tanpa memandang jumlah penganut agama tersebut.

 

Untuk itu, Wahid Foundation merasa perlu mengeluarkan beberapa pernyataan sikap sebagai berikut:

  1. Mendukung sikap presiden yang menegaskan bahwa konstitusi menjamin kebebasan warga memeluk agama. Karena itu, Kapolri dan Menkopolhukam harus bertindak tegas dalam menghadapi tindakan intoleransi.
  2. Mendesak Bupati Karimun menjamin hak beribadah dan tempat ibadah sebagaimana dinyatakan UUD 1945. Kebijakan merelokasi gereja karena adanya penolakan dari kelompok lain bukan kebijakan yang adil dan non-diskriminatif. Bupati tidak boleh tunduk pada tekanan kelompok yang menentang melainkan dapat mendorong mereka untuk menempuh jalur hukum termasuk memediasi mereka dengan pihak gereja untuk mendialogkan kasus tersebut
  3. Tindakan menolak pendirian tempat ibadah karena alasan berdiri di lokasi yang dihuni mayoritas agama tertentu merupakan tindakan intoleransi yang bertentangan dengan UUD 1945 dan umumnya menimpa kelompok minoritas apapun. Dalam mengatasi ini, Kementerian Agama harus memperhatikan seluruh pihak, termasuk korban, agar dapat melahirkan kebijakan yang adil dan non-diskriminatif.
  4. Mengimbau organisasi masyarakat sipil ikut berkontribusi mengatasi masalah ini dengan memperkuat dialog dan perjumpaan untuk mengurangi perasaan terancam dan saling curiga antar umat beragama.
  5. Menghentikan upaya kriminalisasi dan menghentikan permrosesan tuduhan penistaan agama dan ujaran kebencian yang menimpa panitia pembangunan gereja.

 

Semoga semua pihak mengedepankan penyelesaian yang damai, berkeadilan, dan tidak diskriminatif. Semoga di kemudian hari tidak ada lagi kasus penolakan dan penutupan rumah ibadah di negeri yang menjunjung tinggi penghargaan terhadap keragaman ini.

 

Jakarta, 19 Februari 2020

 

Yenny Wahid

 

Direktur Wahid Foundation

Bagikan Artikel: