Kembali

Bedah Buku "Gus Dur, Islam Nusantara dan Kewarganegaraan Bineka”: Mengupas Cara Gus Dur Pecahkan Konflik Aceh dan Papua

Ditulis : Admin

Sabtu, 26 Januari 2019

Jakarta-Wahid Foundation menggelar bedah buku “Gus Dur, Islam Nusantara dan Kewarganegaraan Bineka” di kantor Wahid Foundation di Aula Griya Gus Dur, Jalan Taman Amir Hamzah No 8, Jakarta Pusat Rabu, 23/1 pukul 13.00-17.00 WIB.

Bedah buku karya Ahmad Suaedy anggota Ombudsman RI, juga salah seorang pendiri dan mantan Direktur Ekskutif Wahid Foundation (dulu Wahid Institute) tersebut, dihadiri Profesor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Riwanto Tirto Sudarno dan Tokoh Papua mantan menteri kabinet Gus Dur, Manuel Kaisiepo.

Buku yang disadur dari hasil disertasi Suaedy ini menyajikan penjelasan bagaimana Gus Dur berhasil membalik strategi penyelesaian konflik Aceh dan Papua. Ia memberikan keadilan, baru kemudian menuntut kesetiaan dengan tiga langkah: pengakuan, penghormatan, dan transformasi kelembagaan negara untuk mengakomodasi kepentingan mereka.

“Pada mulanya Gus Dur melakukan personal approach kepada teman-teman aktivis dan pemimpin agama dan adat serta ulama-ulama di kedua daerah tersebut (Aceh dan Papua). Dari pendekatan personal itu lalu mengerucut pada pendekatan kewarganegaraan,” terangnya.

Dalam konteks pendekatan kewarganegaraan yang dimaksud adalah pemenuhan hak-hak kolektif warga negara. Dalam Islam konsep kewarganegaraan ini belum selesai. Diantara teokratis dan sekuler belum tuntas keberpahamannya. Akan tetapi ada pendekatan lain yang dilakukan Gus Dur.

“Beliau berusaha untuk memadukan paham Islam agar kompatibel dengan demokrasi dan human right. Oleh karena itu, saya membuat terminologi Islam Nusantara sebagai pijakan analisis dalam buku ini,” lanjutnya.

Strategi itu terbukti berhasil membangun rasa kewarganegaraan bineka yang didasarkan pada metodologi Islam Nusantara.

Manuel Kaisiepo tokoh Papua dan salah satu orang yang pernah dekat dengan Gus Dur mengatakan, bahwa buku ini menggambarkan bagaimana Gus Dur membangun cara pandang dan pemahaman yang tepat tentang apa yang terjadi di Papua.

“Saya kira Gus Dur berhasil mengetahui latar belakang masalah di Papua. Menurut saya ada tiga  masalah serius di Papua. Pertama, trauma represi politik rezim Orba. Kedua, eksploitasi ekonomi dan sumber daya alam. Ketiga, adanya pandangan hierarki kebudayaan dan Gus Dur paham betul akan masalah ini serta menemukan pendekatan pemecahan masalah yang tepat,” jelasnya.

Selanjutnya, Prof. Riwanto Tirto Sudarmo memaparkan hasil analisisnya terhadap buku tersebut. Menurutnya, Ahmad Suaedy berhasil menggambarkan uraian tentang kronologi peristiwa, deskripsi tokoh-tokoh terutama Gus Dur sendiri dengan epik dan mendalam.

“Saya rasa menjadi salah satu kekuatan buku ini, dibandingkan dengan buku-buku lain yang juga mengupas konflik Aceh dan Papua. Buku ini menjadi sumber pengetahuan yang penting bagi mereka yang ingin mendalami lebih lanjut konflik Papua dan Aceh,” pungkas Prof. Riwanto.

Usai pemaparan dari ketiga pemateri, dilanjutkan dengan forum tanya jawab. Sekedar informasi bedah buku sendiri dihadiri oleh 30 peserta berasal dari kalangan akademisi, peneliti, pemerhati isu Papua dan Aceh serta masyarakat sipil lainnya. Bedah buku diakhiri dengan foto bersama. [Davida Ruston]

Bagikan Artikel: