Kembali
Lima Desa Damai Poso Nyatakan Komitmen Terbuka untuk Perdamaian Berkelanjutan
Ditulis : Admin
Rabu, 28 Mei 2025

Poso – Wahid Foundation bekerjasama dengan Libu Perempuan dengan dukungan UN Women telah menjalankan Program Desa Damai di Kabupaten Poso sejak tahun 2024. Program ini merupakan bagian dari upaya mendorong ketangguhan komunitas berbasis nilai-nilai lokal serta penguatan kepemimpinan perempuan dalam menciptakan perdamaian yang berkelanjutan. Hingga kini, program ini telah menjangkau lima desa, yaitu Desa Tambarana, Desa Kilo, Desa Masani, Desa Malitu, dan Desa Sepe.
Sebagai bagian dari komitmen memperkuat kemandirian dan keberlanjutan program, Wahid Foundation bersama mitra menggelar Forum Penguatan Kemandirian dan Keberlanjutan Program Desa Damai selama dua hari pada 27–28 Mei 2025 di Hotel Ancyra, Poso. Forum ini menjadi ruang reflektif sekaligus strategis dalam mengevaluasi capaian, tantangan, serta merumuskan arah tindak lanjut program ke depan.
Dalam forum ini, perwakilan dari lima desa damai menyatakan komitmen terbuka untuk melanjutkan upaya membangun perdamaian, memperkuat kohesi sosial, dan meningkatkan partisipasi perempuan serta pemuda dalam pembangunan desa. Komitmen ini diwujudkan melalui penandatanganan pernyataan bersama oleh kepala desa, perwakilan perempuan, dan perwakilan pemuda dari masing-masing desa. Penandatanganan tersebut turut disaksikan oleh BaKesbangpol Kabupaten Poso, Direktur Libu Perempuan, dan Managing Director Wahid Foundation.
Managing Director Wahid Foundation, Siti Kholisoh menyampaikan bahwa Desa Damai merupakan program yang diinisiasi sejak 2017 untuk memperkuat peran perempuan di tingkat desa serta mendorong pembangunan yang inklusif dan berbasis komunitas.
“Dari 87.000 desa di Indonesia, saat ini baru 44 desa yang menjadi bagian dari program ini, dan kami merasa sangat bersyukur karena Poso menjadi salah satu wilayah penting yang kami dampingi,” ujar Kholisoh.
Kholisoh menjelaskan bahwa inisiatif ini tidak berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dengan berbagai agenda nasional, termasuk Rencana Aksi Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS), program Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DKRPPA), Desa Tangguh Iklim, hingga Desa Sadar Konflik.
“Kami ingin praktik-praktik baik ini tidak berhenti di program semata, tetapi bisa menginspirasi dan ditularkan ke lebih banyak wilayah. Karena perdamaian sejati adalah yang hidup dan tumbuh di tengah masyarakat,” pungkasnya.
Direktur Libu Perempuan, Dewi Rana Amir, menyampaikan apresiasi atas kepercayaan yang diberikan Wahid Foundation dan UN Women dalam menjadikan organisasinya sebagai mitra pelaksana program di Kabupaten Poso. Ia menekankan bahwa kolaborasi ini sejalan dengan semangat dan visi gerakan Libu Perempuan dalam memperkuat kepemimpinan perempuan akar rumput serta membangun perdamaian berbasis komunitas.
“Terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan kepada Libu Perempuan sebagai mitra lokal dalam pelaksanaan Program Desa Damai. Kerja sama ini sangat relevan dengan arah gerakan kami yang selama ini fokus pada penguatan peran perempuan, terutama di wilayah-wilayah yang pernah mengalami konflik,” ujarnya.
Dewi juga menekankan pentingnya kehadiran ruang-ruang dialog dan pengorganisasian di tingkat desa sebagai upaya mendorong transformasi sosial yang inklusif dan adil gender. Menurutnya, program ini tidak hanya membuka ruang partisipasi bagi perempuan, tetapi juga menjadi media untuk menghidupkan kembali nilai-nilai lokal yang mendukung perdamaian.
“Kami percaya, perdamaian yang berkelanjutan hanya bisa tercapai jika seluruh elemen masyarakat terutama perempuan dilibatkan secara bermakna. Program ini memberi ruang itu, dan kami melihat sendiri bagaimana perempuan-perempuan di desa mulai berani bersuara dan mengambil peran penting dalam membangun komunitasnya,” tambahnya.
Semangat Gotong Royong dan Kemandirian dalam Membangun Perdamaian
Ibu Derwin Gora, salah satu perempuan dari Desa Damai Malitu, menyampaikan rasa syukur dan kebersamaannya dalam mengikuti program ini. Baginya, mengikuti program Desa Damai tidak hanya sekadar berkumpul, melainkan ada tanggung jawab besar yang harus dijalankan bersama untuk membangun desa ke arah yang lebih baik.
“Selama ini suara perempuan di desa kurang diperhitungkan, tapi lewat program ini kami mulai paham bahwa perubahan harus dimulai dari diri sendiri,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa perempuan adalah pilar penting dalam menjaga perdamaian di keluarga dan masyarakat. Melalui kegiatan ini, perempuan desa Malitu mendapat kemampuan dan keberanian untuk berkontribusi membangun komunitas yang damai dan tangguh.
“Kami merasa lebih berdaya, mendapat bimbingan, dan dukungan yang membuat kami bisa menyuarakan harapan kami untuk desa yang aman, tenteram, dan penuh kasih sayang,” tambah Ibu Darwin. Ia juga menyampaikan apresiasi atas dukungan pemerintah dan mitra yang selama ini mendampingi.
Tentang Kegiatan
Forum Penguatan Kemandirian dan Keberlanjutan Program Desa Damai yang berlangsung selama dua hari memuat berbagai agenda strategis. Kegiatan utama meliputi sosialisasi sistem deteksi dan kewaspadaan dini berbasis masyarakat, yang diperkuat secara partisipatif oleh masing-masing desa untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi konflik.
Forum ini juga menjadi ruang bagi pemuda dan pemudi desa untuk merancang inisiatif kampanye perdamaian yang kreatif dan relevan dengan konteks lokal, seperti penggunaan media sosial, seni, dan forum dialog. Selain itu, peserta bersama fasilitator dan mitra program menyusun rekomendasi strategis untuk memperkuat kemandirian desa, termasuk penguatan kepemimpinan perempuan, pemanfaatan dana desa, serta pembentukan jejaring lintas desa.
Tak hanya sebagai wadah koordinasi, forum ini juga menjadi ruang dokumentasi praktik baik dan refleksi atas tantangan yang dihadapi selama implementasi program. Melalui kolaborasi lintas sektor, forum ini diharapkan memperkuat pondasi desa yang damai, tangguh, dan inklusif di Kabupaten Poso. (ZA)
Bagikan Artikel: