Kembali

Fashion Show ala Wahid Foundation: Kala Emak-Emak Taklukkan Catwalk

Ditulis : Admin

Sabtu, 10 Februari 2018

 

Jakarta – Festival Toleransi Rakyat (Peace Festival 2018) di La Piazza, Gandaria City, Jakarta resmi dibuka siang ini, Jumat 8 Februari 2018. Festival ini dibuka dengan lomba peragaan busana (fashion show) yang diikuti oleh para ibu dampingan Wahid Foundation.

Sebanyak 23 orang ‘emak-emak’ tampak lincah berlenggok-lenggok di atas panggung dan lantai catwalk. Padahal, mereka adalah perempuan desa biasa yang tak pernah bersentuhan dengan dunia fesyen. Bahkan sebagian besar peserta baru kali ini menjejakkan kaki di Ibu kota.

Di antara peserta malah ada yang menjahit sendiri busana yang diperagakan. Namun, mereka mampu menunjukkan kemampuan sebagai model. Tak kalah dengan model-model profesional.

Sambutan penonton sangat meriah. Mereka bersorak-sorai melihat ‘kaum emak’ yang tengah beraksi. Sebagian lagi bahkan berteriak kencang mendukung jagoan masing-masing.

Tak hanya kemampuan melenggok, peserta juga diuji kemampuannya dalam berbicara di depan forum. Sebanyak 23 peserta tersebut diseleksi menjadi 12 besar. Dan dari 12 ini, para juri memilih lima orang pemenang dengan nilai terbanyak. Para juri dalam ajang unjuk busana ini adalah Olga Lidya (artis), Nia Dinata (sutradara), Amy Atmanto (perancang busana), dan Ai Syarif (Femina Group).

Setelah melalui proses penjurian yang cukup menegangkan, akhirnya para juri sepakat menetapkan para jawara. Qoriatul Azizah, asal Batu, Malang, Jawa Timur berhasil meraih juara pertama. Berturut-turut diikuti oleh Maria Sendi (Malang) di tempat kedua, Anita Sari (Malang) juara tiga, Siti Fatimah (Malang) di tempat keempat, dan Galih Nur (Klaten) sebagai juara kelima.

Qoriatul mengaku bangga bisa meraih juara pertama. Sebagai orang desa, ia tak menyangka dirinya mampu tampil bagus dalam fashion show ini. “Apalagi jurinya adalah para artis dan orang terkenal. Jadi tantangannya sangat luar biasa. Tapi alhamdulillah, saya mampu tampil,” ungkapnya. 

Qoriatul mengatakan ajang ini merupakan sarana untuk melatih kepercayaan diri dan keberanian, serta menghilangkan rasa takut. “Saya melepaskan itu semua. Padahal saya bukan model. Jangankan model, bersentuhan dengan dunia fesyen pun saya tak pernah,” tuturnya.

Walau begitu, para peserta mampu menampilkan peragaan yang luar biasa. Mereka mengaku bangga bisa tampil di ajang ini. “Kami adalah orang-orang desa yang tak pernah bertemu artis. Dan kini tiba-tiba harus tampil di depan artis. Ini merupakan kebanggaan besar buat saya,” ucap Qoriatul.

Keberhasilan ini, menurut Qoriatul, bak mimpi yang menjadi nyata. Menurutnya, tiap mimpi akan menjadi nyata selama yang bersangkutan bersungguh-sungguh menggapainya. Artinya, tiap orang dituntut untuk terus belajar dan bekerja keras menggapai mimpi itu. “Selama kita mau belajar, semuanya pasti mungkin,” pungkasnya.

Bagikan Artikel: